Menyimak
perbincangan pendiri Akademi CSIRT (Computer Security Incident Response Team) IGN
Mantra dalam program Sarapan Pagi penyiar KBRH68H Agus Luqman dan Rumondang
Nainggolan.
Beberapa waktu lalu
ada cyber army contest, responnya bagaimana?
Kalau saya lihat
cukup banyak pesertanya sekitar 30 tim mereka berkumpul di Medan.
Kementerian
Pertahanan sudah mengisyaratkan akan membentuk desk atau komando cyber army.
Sejauh mana anda melihat keseriusan pemerintah terhadap potensi cyber army di
Indonesia?
Saya lihat mungkin
mengikuti negara-negara lain yang sudah mulai bergerak ke cyber defense. Kalau
Amerika sudah lama, kemudian menandingi yang besar seperti Cina, saat ini di
Asia saya lihat Vietnam yang agresif.
Dari sejumlah negara
itu Indonesia bisa belajar dari negara mana untuk keseriusan dan kesiapannya?
Kembali lagi saya
melihatnya regulasi dan anggaran. Kalau pemerintah melihat itu sebagai proyek
ya repot, tapi kalau itu sebagai inisiatif untuk masa depan ya bagus sekali.
Karena itu melindungi potensi pertahanan kita, apalagi sekarang yang namanya
cyber space atau dunia maya sangat lebar untuk mereka bisa masuk dan keluar
seenaknya.
Apakah jaringan
keamanan Indonesia di dunia maya masih rapuh?
Iya jelas. Kita
mungkin masih berdoa supaya tidak ada serangan besar-besaran ke Indonesia,
bandingkan dengan Malaysia yang sudah sangat concern di bidang keamanan
informasi, kita masih tambal sulam melihatnya.
Kalau begitu jika
Kementerian Pertahanan berencana membentuk pasukan cyber ini menurut anda apa
yang harus dipersiapkan pemerintah?
Saya melihatnya
harus ada perencanaan. Kalau perencanaannya sekilas atau tidak memikirkan untuk
3-5 tahun ke depan saya pikir nanti seperti kontes saja, setelah kontes
selesai. Ini kurang bagus kalau ingin mempertahankan supaya ada namanya pasukan
cyber. Seperti Amerika mereka sudah melakukan perencanaan, koordinasi,
integrasi, sinkronisasi sampai dia membuat pasukan cyber jumlahnya lebih dari
30 ribu, apalagi Cina yang sudah sangat siap kalau perang cyber ya silahkan.
Kalau Cina saya melihat yang terdeteksi sudah lebih dari 1 juta tentara cyber.
Sebetulnya potensi
serangan terhadap Indonesia dari dunia maya seperti apa?
Misalnya kita
ketergantungan bank. Kalau ekonomi kita diganggu oleh para pasukan cyber yang
ingin menyerang negara kita dimatiin semua transaksi semua ekonomi kita apa
yang terjadi, misalnya ATM dimatikan seminggu kita tidak bisa ambil uang, tidak
bisa transaksi, kemudian kelapiran, saling rush, dan sebagainya. Karena
transaksi elektronik itu celah untuk bisa diganggu. Apalagi sistem radar kita
lemah, kalau itu dimatikan listriknya dari jarak jauh, semua bandara di
Indonesia diganggu apa yang terjadi.
Apakah SDM kita bisa
bersaing dengan negara-negara lain?
Saya beberapa kali
mengadakan seminar dan melakukan kontes sebenarnya cukup banyak tapi masih
kurang banyak. Karena kebanyakan anak-anak ini otodidak, tidak melalui
pendidikan yang terstruktur, tidak melalui perencanaan. Contoh seperti kemarin
situs kepresidenan di-hack, itu anak berpotensial tapi tidak terarah.
Tidak masuk dalam
satu institusi pendidikan yang resmi ya?
Iya tidak ada
pendidikan yang khusus menangani tentang cyber defense. Katakanlah di kita ada
Universitas Pertahanan itu isinya para tentara yang belajar tentang pertahanan,
tapi untuk belajar yang cyber defense ini sangat sedikit. Apalagi yang ofensif
itu jauh sekali, kalau dirasiokan jumlah penduduk dengan yang mengerti internet
jauh sekali.
Kira-kira berapa?
Satu persenpun dari
penduduk kita sangat tidak sampai.
Itu makanya anda
membentuk Akademi CISRT (Computer Security Incident Response Team)?
Iya. Saya juga
kerjasama dengan beberapa kampus supaya setiap kampus memiliki incident
response team kalau itu embrio untuk pertahanan cyber di masing-masing kampus.
Jadi kalau diperlukan negara bisa langsung diambil, itu misinya. (Jakarta, KBRH68H).
Comments
Post a Comment